There it is. The pouring rain. The rainprince. Feels complete.
Setelah seminggu gak hujan, kota ini hujan lagi. Baru aja seminggu yang lalu, ketika semua gratitude naik ke atas sana, karena hujan melengkapkan segalanya. Setiap hari. Purify our body and soul.
Dan sekarang, hujan lagi. Ketika gue lagi nunggu dua orang yang sedang chatting sama gue untuk membales. Satu orang yang dah lumayan terkenal, author blog sebelah yang mayan heboh, sedangkan satu lagi adalah orang yang baru aja gue kenal baru-baru ini.
I find no way to tell that actually I need conversation with ones I wanna be close with. Like X, temen2 deket gue, atopun temen baru gue yang satu ini. Tapi.. ya sudahlah. Mungkin lagi sibuk. Take your time, mate.
Online---offline---online---... Ya, whenever you're ready.
Listen to the pouring rain, listen to the beat we find.. All once was pain, I need you to make me blind.. Di luar hujan kenceng banget, deras, emosian, akhirnya setelah begitu lama ia menolak turun.. Ada dua orang yang thankful banget bahwa sedang turun hujan di luar sana. Deras.
Brsshh.. Brek.
Gila, dia sungguh gila. Mana ada orang yang duduk di trotoar jalanan sepi, sendirian, tidak di bawah lampu atau apa, malah di samping tong sampah. Gila. Apa dia tidak bisa merasakan hujan yang turun begitu derasnya? Alah. Aku tak tahu yang ada di kepalanya.
Sini, lepas bajumu. Ayo lepas. Lepas, kataku. Aku bawa baju kering untukmu.
Matanya sembab, aku bisa dengan jelas mendengar gemeletuk giginya, ia sungguh menggigil kedinginan. Celana pendek, kaos, rambut, sekujur tubuh yang basah. Ditambah hujan dan angin malam. Lengkap. Kujamin besok pagi dia pilek.
Cepat! Lempar saja baju basahmu ke kursi belakang. Ayo.
Aku harus konsentrasi antara menyetir dan membantu dia memakai baju. Malam-malam begini, aku jadi harus fokus dua kali lipat ke jalan raya. Atau kami berdua akan celaka. Sambil mengambil tisu dari kotaknya, aku mengelap wajah dan tanganku yang juga terkena basah ketika menaikkan tubuhnya-yang berat-itu ke mobil.
Grtk. Grtk. Matanya menutup setengah. Ternyata dia sudah hampir pingsan kedinginan, tadi. Memang sialan aku, aku kurang cepat sampai di sini. Meninggalkannya menunggu sendirian. Ah, sialannya aku ini. Dia.. jadi harus menderita.
Tanganku menutup flow ac mobil, aku tahu ac terlalu dingin baginya. Phew. Lucu juga, aku menjemput dia malam-malam begini, hampir jam 11 malam, yang mana cukup sukses karna aku tidak sempat nyasar dulu, sedangkan saat dia meneleponku tadi, aku hampir saja tergeletak bermimpi--tidur.
Oh ya, ngomong-ngomong, kenapa juga ia bisa kabur dari rumah?
Lihar saja-nanti akan aku interogasi se-sadarnya ia dari mimpi. Mungkin besok pagi. Biarlah ia tidur di ranjangku, sedikit sempit, tapi cukup empuk untuk menjadi tempat pelariannya. Hahaha. Biarlah ia istirahat yang nyenyak malam ini, biar kepalanya bisa diajak berpikir sehat besok pagi.
Aku harus hitung-hitung dulu. Uhm. Sikat gigi? Untung ada dua buah. Bekas dipakai ke luar kota kemarin. Baguslah. Handuk? Biar saja dia pakai handukku yang lebih kecil. Kaus? Bukan masalah, dia bisa pilih sesukanya. Selimut..?
Me. And X.
Well. I have plan for tomorrow. A date. Hope it's gonna be fine.
Happy Friday Night, folks!
No comments:
Post a Comment