Thursday, September 14, 2006

contemplations

Jujur. Beberapa hari-eh,minggu-ini, I've been anxious about how I could manage myself to be some sort of 'successful' person in the upcoming future.

*bergidik*

Contohnya, minggu lalu saya udah ngumpulin semua sertifikat dan ijazah buat difotokopi untuk admission ke univ. Gila, baru sadar, padahal ngambil rapor midsmester aja belom. Contohnya lagi, saya gelisah setengah mati pengen punya 1 gelar lagi dalam lomba debat supaya CV saya untuk admission ke univ kelihatan luar biasa indah. Padahal~ --"

Freak. Tapi ga tau, gelisah aja gitu. Mungkin karna saya sudah terlalu banyak berhadapan sama orang2 yang sukses di bidangnya, contohlah beberapa orang mantan coach smukie yang luar biasa sukses, Melanie dan Astrid, dan saya mati2an pengen jadi kayak mereka. Melanie sekarang entah udah ada di belahan dunia mana, fasih beberapa bahasa sekaligus, dan salah satu orang yang paling direspek di EDS UI. Astrid udah kerja baru lulus, dan mantan coach yang satu ini dapet beasiswa Samsung satu-satunya dari Indonesia untuk S2 (kalo ga salah) yang mana diperebutkan banyak sekali orang.

I'm an idealist. I set my bar too high, I wanna be like one of them. I admire them, and I want to be someone people would admire in return. *gila ya*

Tapi mungkin. It's just not the time. Saya masih harus membiarkan beberapa rencana tak terduga berjalan di hidup saya. Yang flow free, ga di expect too much out of it: seperti fantasi saya bisa mendapatkan 1 gelar juara debat dan jadi tim Jakarta untuk ISDC. Hal ini dulu imajinasi yang menyenangkan, but it corrupts me from the inside.

Corrupts me?

I keep telling myself that I have to be that way. I have to be the team. I have to win. I have to get another achievement. I have to collect as many certificates as I could. I have to not let go every single chance of competition. I have to be like this. I have to be like that...

Kebayang gak sih, saya masih ngerasa 20-an sertifikat berbagai pelatihan dan lomba masih gak cukup untuk bisa masuk univ yang bagus. Saya paranoid tentang kemungkinan saya gak ngalahin tim sekolah lain di lomba debat dan kalah. Saya paranoid tentang kenapa order design datengnya satu2 gak sekaligus bejibun biar duitnya lebih banyak. Saya takut nama saya dilupakan di dunia debat. Saya takut saya gak bisa jadi apa yang saya bayangkan saya akan jadi.

Pada detik ini, saya sadar saya gila. *walopun katanya gak ada orang gila yang ngaku gila*

Iya yah. Saya gila, ternyata. Saya gila. Saya gila.

Suddenly I'm tired of my own expectations. Gilanya, barusan saya berpikir, mungkin selama ini saya bahkan expect myself untuk ga tired of own expectations, jadi saya gak pernah ngaku kalo saya capek dengan semua tuntutan diri sendiri ini, padahal, bayangin deh, saya lagi belajar biologi trus ngebayangin beberapa hal di atas dan saya paranoid setengah mati. Hal-hal simpel yang mungkin gak ada remaja di dunia ini yang capek2 mikirin.

*barusan saya ngomong saya masih remaja? well, jadi inget bahwa seseorang bernama Abi gak pernah nganggep saya remaja 17tahun karna katanya dengan pace secepat ini saya akan bosan dengan hidup saya sendiri di umur 30 tahun*

I'm wearing down with too many expecations, and now I'm just afraid, someday my own expectations kill me instead of making me something I want myself to be.

Yeah. Finally I could understand. I'm worried too much about my future.




Too frikkin' much.





I wanna be successful like them, but, hey, am I just successful in my own way? Now I'm good. I'm doing what I like, I'm a designer, people just love my design, I'm getting some money from it, I smile, I could be with my friends, I have love life, what's less?

*linking back to why I wanna write this thing in the first place, I would answer: I wanna be the best and prove people that I could*

But hey. That, I could get when it's time. For now, this is simply enough. I change my mind, I just wanna be an ordinary person. Very contradictive, seeing that this is what I've been avoiding all these years. But, all I get is just enough.

Kalau saya memang born to be successful seperti beberapa orang yang saya kagumi, ya, maybe that's how my future could be like, but not now. For now, I'll just be thankful of everything I get: family, love, friends, money, and carier.




Udah nulis sampe bawah gini dan nengok ke apa yang saya tulis di atas (baca: success sindrome) saya jadi serem sendiri.

Ini penyakit bukan ya? *serem* Lega. Nite, guys.

No comments: